Menu

Jumat, 24 Februari 2012

Surat dari gadis berumur 15 tahun untuk sang AYAH!

Kisah ini terjadi di suatu pagi yang cerah, yaa.. mungkin tidak begitu cerah untuk seorang ayah yang kebetulan memeriksa kamar putrinya…

Dia mendapati kamar itu sudah rapi, dengan selembar amplop bertuliskan untuk ayah di atas kasurnya.. perlahan dia mulai membuka surat itu…

Isi Surat
Ayah tercinta,
Aku menulis surat ini dengan perasaan sedih dan sangat menyesal.
Saat ayah membaca surat ini, aku telah pergi meninggalkan rumah.
Aku pergi bersama kekasihku, dia cowok yang baik, setelah bertemu dia.. ayah juga pasti akan setuju meski dengan tatto2 dan piercing yang melekat di tubuhnya, juga dengan motor bututnya serta rambut gondrongnya.
Dia sudah cukup dewasa meskipun belum begitu tua (aku pikir jaman sekarang 42 tahun tidaklah terlalu tua). Dia sangat baik terhadapku, lebih lagi dia ayah dari anak di kandunganku saat ini. Dia memintaku untuk membiarkan anak ini lahir dan kita akan membesarkannya bersama.

Kami akan tinggal berpindah-pindah, dia punya bisnis perdagangan extacy yang sangat luas, dia juga telah meyakinkanku bahwa marijuana itu tidak
begitu buruk. Kami akan tinggal bersama sampai maut memisahkan kami.
Para ahli pengobatan pasti akan menemukan obat untuk AIDS jadi dia
bisa segera sembuh. Aku tahu dia juga punya cewek lain tapi aku percaya dia
akan setia padaku dengan cara yang berbeda.

Ayah.. jangan khawatirkan keadaanku. Aku sudah 15 tahun sekarang, aku bisa
menjaga diriku. Salam sayang untuk kalian semua. Oh iya, berikan bonekaku
untuk adik, dia sangat menginginkannya
____________




Masih dengan perasaan terguncang dan tangan gemetaran, sang ayah membaca lembar kedua surat dari putri tercintanya itu…


Ayah… tidak ada satupun dari yang aku tulis di atas itu benar, aku hanya
ingin menunjukkan ada ribuan hal yg lebih mengerikan daripada nilai
raportku yg buruk. Kalau ayah sudah menandatangani raportku di atas meja,
panggil aku ya…

Aku tidak kemana2 saat ini aku ada di
tetangga sebelah….. ..





Anak setan.... bikin ayahnya jantungan

Kamis, 23 Februari 2012

Beberapa Istilah Gaul yang Sering Digunakan di Jejaring Sosial

Banyak istilah - istilah baru yang digunakan di Media Jejaring sosial... Setidaknya kita harus mengikuti perkembangannya, biar kita tahu dan biar ga malu bro



Afgan
Tahu kan siapa Afgan? Pernah dengar lagunya yang judulnya sadis. Isitilah ini awalnya dipake sama orang-orang di forum jual beli . Misal ada iklan, "Jual motor, bisa nego, no afgan," itu artinya, bisa nego tapi jangan sadis!

Alay
Banyak versi yang menyebutkan. Mulai dari anak lebay, anak kelayapan, namun yang sering disebut adalah anak layangan. Konon, istilah ini digunakan untuk menyebut anak-anak yang sering nongol di musik tv. Berambut merah, dan berkulit gelap seperti kebanyakan main layangan gitu. Namun seiring waktu, kata alay sering dipakai untuk anak-anak yang sok eksis, narsis, norak dsb.

Bais
Bais berarti habis, cuma di bolak-balik aja susunan hurufnya. "Pulsa gw bais, ntr kabarin ya kalo sudah kumpul!"

Cukstaw
Kata ini merupakan singkatan dari cukup tahu. Oke, cukstaw! "oh, gitu ya? Fine! cukstaw!"

Eaa
Di Twitter, sering banget gw liat hastag seperti ini. Biasanya #eaaa digunakan seseorang utk nge-tweet kata-kata gombal. Kata ini diciptakan dan dipopulerkan oleh Tukul Arwana, biasanya diucapkan pas Tukul melakukan gerakan yang aneh-aneh.

Elo Gue End
Kalimat yang lagi banyak ditirukan orang ini dipopulerkan Wendy Cagur dalam tanyangan Opera Van Java. Kata-kata ini sempat jadi Trending Topic di Twitter. Kalimat ini digunakan hanya untuk bercandaan saja.

Fudul
Kurang lebih artinya sama kayak stalking atau kepo. Digunakan buat menunjuk sifat orang yang want to know something sampe ngorek-ngorek informasi dari mana saja, termasuk jejaring sosial.

Galau
Untuk yang satu ini, teman gue sampe ada yang dinobatkan sebagai raja galau. Entah kapan diresmikan kepadanya. Kata galau sebenarnya termasuk dalam Bahasa Indonesia baku yang terdaftar di kamus, artinya perasaan kacau nggak karuan, resah, bimbang. Tapi entah siapa yang memulai. Kata galau mendadak populer di jejaring sosial. Sering muncul dengan #galau dan yang berbau galau kayak #galaucity, #galaugombal, #lagugalau.

Gengges
berasal dari kata ganggu yang diubah dikit, dikasih imbuhan *-es* dibelakangnya. "Gw unfollow ah, soalnya gengges, fotonya sok imut.*

Hoax
Berarti berita palsu, diambil dari kata sama dalam bahasa Inggris yang berarti cerita bohong. Bisa juga di film Amerika berjudul The Hoax (2006) yang dianggap mengandung kebohongan. Awalnya cuma pengguna Internet di Amerika saja yang make istilah Hoax, tapi lama-lama kata ini menjadi dipake di seluruh dunia.

Jutek
Sering banget dengar ini. Kata ini sering dipake Pekerja Seks Komersil (PSK) di awal tahun 2000-an buat nyebut pria sombong dan jarang senyum. Kata ini akhirnya jadi kata umum yang dipake buat menunjuk orang yang judes, galak dan nggak ramah.

Kepo
Berasal dari kata Kaypoh. Bahasa Hokkien yang banyak dipake di Singapura dan sekitarnya. Sama seperti fudul, kepo berarti ingin tahu, mencampuri urusan orang lain, dan nggak bisa diam. Kata ini punya konotasi yang rada negatif. " Dia udah putus belom sama sih sama ceweknya?""Iiih, kep banget si loo!"

Kicep
artinya diem atau mematung biasanya karena malu atau nggak tau apa yang mesti dilakuin. "Langsung kicep gw begitu ngeliat soal ulangan Fisika…"

Lebeh
perkembangan dari kata lebay yang juga merupakan bahasa populer sejak sekitar tahun 2006, yang artinya berlebihan. "Nggak ketemu cowok gw sehari rasanya nggak ketemu setahun"" Iiih, lebeh lo!"

Mager
Singkatan dari kata males gerak. "Laper tapi mager."

Menel
Menunjukkan pada perilaku centil demi menarik perhatian orang yang disukai.

Meper
Adalah mengelapkan tangan yang kotor atay terkena sesautu secara diam2, bisa ke tembok, baju orang lain dll.

Narsis
Bukan istilah baru sih. Tapi mungkin banyak yang belum tahu, narsis juga punya legenda lho. Berasal dari cerita yunani, ada seseorang lelaki tampan bernama Narcissus yang menolak cinta seorang cewek bernama Echo. Kemudian patah hati dan mengutuk Narcissus buat jatuh cinta dengan bayangannya sendiri di kolam. Sekarang, kata narsis digunakan buat menggambarkan orang yang terlalu suka sama diri sendiri, salah satu tandanya adalah hobi banget foto sendiri.

Oretz
Artinya oke, berasal dari bahasa Inggrs, "all right" yang diplesetin penulis maupun pengucapannya.

Palbis
Singkatan dari kata-kata "PALING BISA." Cobaan terberat itu saat ngeliat tweet kamu sama dia..""Yelah, palbis lo, hahah!"

Pecah
Istilah ini biasanya digunakan buat mengomentari hal-hal yang keren, gokil, heboh. "Rugi lo nggak dateng, pecah banget acaranya semalem!"

Peres
artinya palsu, bohong, nggak tulus.

Prikitiew
Jangan ditanya deh. Istilah ini sering kita dengar lewat lawakan si Sule. Penggunaannya hampir mirip dengan "cieee" atau "ihiiy".

Pundung
Berasal dari bahasa Sunda, artinya tersinggung, ngambek dan kesel.

Rempong
Berarti ribet, repot atau rese. "Ngapain sih lo telepon gue tengah malah gini? Rempong deh!"

Selon
Bisa diartikan santai, slow, pelan-pelan

Sokil Gob
Merupakan plesetan dari kata "Gokil,sob!" Artinya sama aja kayak gokil, yaitu gila tapi dalama artian positif. Biasanya dipake buat menggambarkan sesuatu yang heboh, lucu atau unik. Sedangkan sob adalah kebalikan dari kata bos, yang biasa digunakan sebagai pangggilan akrab untuk seseorang.

Spupet
Plesetan dari kata sepupu.

Ucul
berasal dari kata lucu, cuma dibolak - balik.

Unyu
Kata ini berasal dari kata "Oh no", yang sengaja diplesetin jadi Onyo biar terkesan lucu. Ada juga yang bilang kaloa unyu berarti anak anjing dari bahasa Sanskerta. Yang jelas, kata ini sering dipake untuk menunjukkan hal-hal yang lucu, imut, ngegemesin.

Yalsi
Ucapkan kata yalsi berulang-ulang, kata baru apa yang kita dengar? Yalsi merupakan plesetan dari kata sial. "Omongan nggak nyambung gara-gara BBM pending, yalsi!"

9 Keuntungan Punya Payudara Mini

Iseng....

dapet dari kompas

buat temen2 ce... semoga berguna...


9 Keuntungan Punya Payudara Mini

kompas..com - Rumput tetangga memang lebih hijau. Tidak heran, wanita yang berpayudara penuh menginginkan payudara yang lebih ramping, sedangkan wanita berpayudara imut ingin melakukan implantasi payudara. Sebagian lain yang tidak terlalu resah, memilih untuk mengakali cara berpakaian untuk menciptakan kesan payudara yang lebih montok.

Dalam kenyataannya, semua wanita diciptakan berbeda. Bentuk tubuh, apalagi payudaranya, juga berbeda. Sudah sepatutnya kita mencintai tubuh kita apa adanya, dan merawatnya supaya tetap cantik dan indah dilihat. Ketika kita sudah mampu menerima diri kita apa adanya, dan menikmati bentuk tubuh yang diberikan oleh Tuhan, kita akan memperoleh kepercayaan diri. Mendapatkan keyakinan ini enggak susah, kok. Cukup dengan mengingat berbagai keuntungan yang kita rasakan dengan memiliki payudara berukuran kecil.

1. Jika payudara Anda mungil, Anda akan terhindar dari tatapan-tatapan mupeng para pria yang Anda temui di jalanan. Hal inilah yang paling dikeluhkan wanita yang memiliki payudara besar. Ketika berbicara dengan rekan sekantor atau klien, pria juga akan langsung menatap mata Anda, bukan bagian tubuh yang lain.

2. Dengan payudara yang mini, Anda bisa bebas berolahraga atau melakukan aktivitas fisik lainnya tanpa mengkhawatirkan guncangan-guncangan yang terasa tidak nyaman di bagian torso. Wanita yang berdada besar dan tidak menggunakan bra yang sesuai ukuran dan bentuk payudara akan mengalami ketidaknyamanan ini. Guncangan tersebut juga (lagi-lagi) mengundang perhatian para pria.

3. Jika rekan Anda yang berdada penuh mulai berkeluh-kesah karena payudaranya turun akibat gravitasi dan usia yang bertambah, tidak demikian dengan Anda. Wanita dengan payudara mini tidak akan khawatir payudara akan menurun, bahkan setelah mempunyai anak.

4. Tidak risih ketika harus berdesakan dengan orang-orang lain di dalam bus kota atau kereta api dalam kota. Risiko bersinggungan dengan tubuh orang lain di bagian dada (khususnya pria!) juga minim.

5. Tidak mengalami sakit punggung karena menahan payudara yang berat. Wanita yang berpayudara besar biasanya juga menderita karena tali bra yang mengikat punggung dan pundak mereka.

6. Anda bisa tidur telungkup tanpa merasakan ketidaknyamanan di bagian dada. Ketika Anda berbalik untuk telentang, kedua payudara akan kembali ke tempat di mana seharusnya, dan bukannya "terjatuh" ke samping kiri dan kanan.

7. Tidak ada supermodel yang memiliki payudara besar, karena pakaian didesain untuk wanita yang bertubuh rata-rata. Anda tidak akan mengalami kesulitan mencari atasan yang pas, hanya karena bagian dadanya tidak bisa dikancingkan.

8. Saat di rumah, Anda bisa melepas bra. Anda bisa mengurangi rasa sakit akibat kawat pada bra yang berfungsi menyangga payudara. Bahkan mungkin Anda tidak memerlukan bra yang menggunakan kawat.

9. Tidak semua pria menyukai wanita dengan payudara besar. Pria kebanyakan akan menyukai payudara yang berukuran sedang, namun Anda yang payudaranya berukuran mini pun tak perlu khawatir. Sex appeal seseorang tidak ditentukan oleh ukuran payudaranya, dan pria tahu sekali hal itu.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah Anda cukup pede dengan payudara mungil Anda? Bagi pengalaman Anda di sini....

5 Manfaat Positif dari Masturbasi

Meskipun orang yang sering masturbasi dianggap tidak normal, namun beberapa riset membuktikan bahwa masturbasi justru memberikan manfaat bagi kesehatan.

"Masturbasi merupakan bagian dari kehidupan seks yang sehat. Masturbasi benar-benar aman dilakukan dan tidak berbahaya. Malah lebih sehat dibandingkan gosok gigi setiap pagi," ungkap Gloria Brame, Ph.D, selaku seksolog klinis.

Sepertinya masturbasi bisa menjadi kebiasaan baru layaknya menggosok gigi agar Anda bisa merasakan manfaatnya. Seperti dilansir melalui Men's Health baru-baru ini, berikut manfaatnya:

Mencegah kanker

Sebuah studi 2003 yang dilakukan di Australia menemukan bahwa pria yang ejakulasi lebih dari lima kali sepekan memiliki kecenderungan tiga kali lebih rendah terkena kanker prostat.

"Penyebab penyakit tersebut adalah adanya racun yang terbentuk di dalam saluran urogenital, tapi ketika Anda menggosoknya, maka racun-racun jahat tersebut akan keluar dari sistem tubuh Anda," ujar Brame.

Membuat Penis Lebih Keras saat Ejakulasi

Secara alami, penis akan kehilangan kekuatan ototnya seiring bertambahnya usia. Namun, dengan melakukan seks atau martubasi secara teratur akan melatih otot-otot panggul dan bisa mencegah terjadinya impotensi serta inkontinensia, sehingga penis menjadi lebih keras saat ejakulasi.

Membantu 'Bertahan' Lebih Lama

Ava Cadell, Phd selaku founder loveologyuniversity.com menuturkan melakukan mastrubasi satu jam sebelum bertempur akan memberikan kontrol yang lebih dan bisa melatih diri untuk mengetahui berapa lama seseorang bisa mencapai orgasme. Dengan melakukan masturbasi secara teratur maka seseorang bisa melakukan kontrol lebih baik dan tahan lama.

Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh

Menurut spesialis terapi hormon, Jennifer Landa, MD, ejakulasi dapat meningkatkan kadar hormon kartisol. Hormon ini sering 'dituduh' menyebabkan stres dalam tubuh, namun sebenarnya juga bisa membantu mengatur dan menjaga kekebalan tubuh dalam dosis kecil. Dengan begitu, masturbasi bisa menjadi salah satu pilihan untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh.

Meningkatkan Mood Anda

Masturbasi membantu memproduksi hormon-hormon baik penimbul rasa senang, seperti dopamin dan oksitosin, yang dapat menaikkan semangat dan meningkatkan kepuasan, sehingga suasana hati bisa menjadi lebih baik.

Rabu, 22 Februari 2012

Jet Lag

Pierre
Man, I can’t feel my own butt! Rasanya bebas sekali, setelah duduk dua puluhan jam di pesawat. Resiko terbang lintas benua ya, Jakarta – London harus ditempuh total terbang dua puluhan jam dan dua kali transit di dua Negara berbeda: Singapore dan Finlandia (Helsinki). That was so tiring flight ever, but…. Tiba-tiba aku tersenyum sendiri dan melupakan kepenatan luar biasa yang kurasakan. Segera aku mengeluarkan IPhone yang sedari tadi masih berada di dalam day pack ku. Men dial nomer itu, dan butuh lima kali nada panggil sebelum akhirnya dia menjawab.
“Pierre! Where are you now? Sudah sampai London?” selalu ada energy lebih yang dikirimkan suara itu, dan sekarang otomatis aku bangkit dan terduduk di ranjang ku setelah sebelumnya rebahan.
“Natasha, I miss you already. I just arrived at my flat about twenty minutes ago. Tadi sampai di Heathrow sekitar jam setengah satu siang. And now is three o’clock at my flat. Disana pasti sudah malam yah? Hoaaahhhmmm…” Natasha di ujung sana tiba-tiba tertawa geli mendengar suaraku menguap.
“Hey, what’s funny?” protesku
“You are getting jet lag, honey, masa jam tiga sore sudah ngantuk. Well, either you are jet lag or too tired, but I guess you have to take a rest. Capek banget ya, sayang?” aku mendengar gadisku itu dengan penuh perhatian. God, I miss her already, padahal baru kemarin kami berpisah di Bandara Internasional Soekarno – Hatta saat dia melepas keberangkatanku kembali ke London dengan pesawat Garuda Indonesia.
“Aku memang capek banget, sayang, tapi rasa capek ku ini nggak lebih besar dari kangen ku sama kamu. Aduh, ini gimana baru sehari berpisah sudah kangen?” aku berpura-pura merajuk sambil menunggu reaksinya and yes, she laugh again.
“You are gombal-ing me, haha!! Masih ingat arti kata menggombal, kan? Not that I’m not missing you too, but you are really need some rest now, dear. Mandi air hangat, ya!”
Akhirnya aku menuruti pesan Natasha untuk mengakhiri sambungan telpon internasional ini dan mulai berbenah sebelum beristirahat. Saat membongkar koper, aku tersenyum menemukan beberapa barang yang diberikan Natasha sebagai kenang kenangan. Ada seplastik besar cemilan yang dia sebut sebagai Keripik Tempe, dan juga Sarung. Aku menimang kain bercorak cokelat kotak-kotak itu sambil membayangkan akan memakainya saat tidur nanti. Oh, How Indonesian I will be… haha!
##
Natasha
Pukul tujuh lewat tiga puluh pagi, membelah jalanan Sudirman yang untungnya hari ini belum terlalu ruwet. Mungkin karena aku berangkat kepagian tadi. Tadi sekitar pukul enam pagi saat aku baru selesai mandi, telpon selularku berdering yang ternyata dari pacar bule ku.
“Hallo Pierre, Good morning… “ sapa ku dengan riang saat mengangkat telpon nya tadi pagi.
“Morning,huh? It’s midnight here.” Suara Pierre terdengar agak parau meski dari nada nya aku tahu dia mencoba untuk tersenyum.
“I couldn’t sleep, Tasha, padahal besok pagi aku harus mulai masuk kantor dan mengerjakan laporan evaluasi selama di Jakarta. Tell me what should I do?”
Dan percakapan selama hampir setengah jam itu diisi dengan aku menjelaskan pada mas bule ku itu bahwa Ia masih terkena sindrom jet lag setelah tinggal di Negara dengan zona waktu yang berbeda selama dua bulan, dan juga pengaruh perjalanan udara yang amat panjang dua hari sebelumnya. Aku memintanya untuk membuat susu hangat dan mengenakan sarung yang aku berikan, juga mendengarkan musik klasik agar Ia segera terlelap. Jika sudah sejam Ia melakukan usaha-usaha itu dan belum juga bisa tidur, aku memintanya untuk menghubungiku kembali. And I guess it worked karena sudah satu jam lebih dia tidak menghubungi ku lagi. Setelah memarkir Honda Jazz ku dengan sempurna di parkiran Wisma Standard Chartered, aku membenahi tasku dan bersiap turun. Sebelum membuka pintu mobil, aku sempatkan mengusap frame kecil yang aku jadikan gantungan di mobil ku. Ada foto ku dan dia, yang kami ambil di sebuah booth foto box di Plasa Semanggi.
“Take care Pierre, I believe that we’ll meet again in no time,” ucapku sambil berharap pesan ini akan sampai padanya yang sekarang sedang terlelap di belahan benua sana.
##
Pierre
‘Jet lag adalah kondisi kelelahan yang berakibat pada gangguan saluran pencernaan, insomnia dan sakit kepala yang terjadi secara bersamaan. Tak sedikit juga yang menganggap jet lag sebagai gangguan ritme tidur sehabis perjalanan jauh melintasi zona waktu dengan cepat.’ Aku mengingat-ingat kembali definisi yang aku baca di sebuah blog setelah aku meng google arti kata ‘jet lag’. Aku mengetuk-ngetuk kepalaku pelan dengan tangan kiri sementara tangan kanan ku memegang mug berisi cappuccino panas sambil meniupinya. Hari ini adalah hari pertama kembali bekerja setelah kantor ku memberi kompensasi libur tiga hari usai bertugas dua bulan di Jakarta. Aku bekerja di kantor pusat London International Bank atau biasa disebut LI-Bank, di bagian Human Resources Development. Dua bulan yang lalu Direktur Personalia menugasiku memberi pelatihan dan pengarahan akan beberapa standar baru yang diterapkan perusahaan. Tiga hari yang diberikan perusahaan aku habiskan untuk mengatasi jet lag, karena terus terang ini adalah perjalanan pertama ku melintasi benua dalam jangka waktu lama. Aku dulu pernah ditugasi ke Dubai, tapi rasanya nggak gini gini amat. Oh yeah tentu saja Pierre, kamu ke Dubai hanya dua minggu dan perbedaan waktu nya nggak se ekstrem dengan di Indonesia. Gangguan pencernaan, insomnia, dan sakit kepala. Semuanya masih aku alami sampai dengan hari ini dan yang paling nggak enak adalah insomnia. Dua hari aku hanya tidur selama tiga jam, memaksa diri bangun pukul tujuh pagi untuk turun dan berjalan-jalan di taman di seberang flat dengan kaki telanjang. Menurut salah satu web yang kubaca, salah satu cara untuk mengatasi keterkejutan fisik akibat jet lag adalah dengan menginjak tanah dengan kaki telanjang. Yeah, it’s quite help, or maybe just my suggestion I don’t know.
Aku menatap laptop ku mencoba melanjutkan menulis laporan evaluasi selama dua bulan di LI-Bank Jakarta, tapi otakku rasanya belum bisa bekerja dengan benar. Alih-alih aku malah meng klik folder pribadi ku dan melihat deretan foto ku dengan Tasha dengan berbagai ekspresi muka lucu. Diambil di sebuah mall dekat kawasan kantor di Jakarta, saat kami menghabiskan waktu usai jam bekerja. It happened just like that. Di tengah-tengah memberikan materi pelatihan pada beberapa karyawan kunci, mata ku tertumbuk dan nggak bisa lepas dari salah satu gadis yang ada disana. Dan demi menjaga profesionalitas, aku menjaga diri untuk tidak langsung menyapanya saat ada break, tapi menunggu sampai jam pulang kerja. Dan kedekatan itu terjadi, saat dia dan beberapa karyawan lain menemaniku menjelajahi Jakarta di hari minggu, sampai insiden mobil kantor yang biasa mengantarku mengalami kerusakan, sehingga Ia yang mengantarkanku kembali ke apartemen yang disewakan untukku. And I felt in love to her, Natasha Novianti, gadis dengan lesung pipit yang manis di kedua pipi nya. Gadis yang bekerja sebagai Accounting Supervisor di LI-Bank Jakarta. Gadis yang dengan telaten mengajariku makan beberapa masakan khas Indonesia. Dan aku benci saat waktu seolah nggak bisa dikontrol untuk berjalan terus dan akhirnya penugasanku di Indonesia selesai. I have to go back to London, and we’re committing to doing this Long Distance Relationship, sampai salah satu diantara kami menyerah dan memutuskan untuk berhenti. And I do really hopes that that time will never come.
##
Enam Bulan Kemudian
Natasha
17.56. Menatap langit senja dari lantai 27 gedung kantor ku. Sebentar lagi matahari akan tenggelam, dan tiba-tiba aku merindukannya. Aku mengenang tujuh bulan lalu, saat aku dan Pierre, di jam yang sama seperti ini, sama-sama menikmati detik-detik sunset di saat break dari pelatihan yang Ia berikan. Kami sama-sama menggenggam sebuah mug. Cokelat panas di tangan kiri ku, cappuccino hangat di cengkeraman jemari kanan nya.
“Langit Jakarta indah banget ya, pas lagi sunset,” ujarmu dengan tersenyum. Dan kita bicara tentang banyak hal, mulai dari kemacetan Jakarta, kebiasaan pegawai LI-Bank pusat di saat lembur, sampai kebiasaanku menggunakan tangan kiri alias kidal. Katamu itu sebuah hal yang lucu, karena justru biasanya orang-orang barat yang menggunakan tangan kiri, tapi ini malah kamu terbiasa menggunakan tangan kanan sedangkan aku orang Asia malah menggunakan tangan kiri.
“I miss you, Pierre,” desis ku. Lantas tangan ku merogoh Blackbbery di saku kiri blazer ku, men speed dial nama mu. Sambil mendengar nada tunggu, aku melirik arloji ku dan menghitung mundur sebanyak tujuh jam. Seharusnya disana jam sebelas siang, dan Pierre mungkin masih sibuk bekerja.
Di nada tunggu ke tujuh dan akhirnya panggilan telponku tersambung.
“Haw.. loo.. “ aku mengernyit mendengar suaramu yang seolah bercampur dengan menguap.
“Pierre, what are you doing? You don’t sleep at your office right? Ini bahkan belum jam makan siang,” sambut ku ceria.
“Darling, hari ini aku nggak ngantor, disini tanggal merah.” Jawab nya.
“Oh,” ujarku maklum.
“So what’s up dear? Kalau nggak salah di Jakarta sekarang jam… one… two... three… “ aku mendengar Pierre menghitung sambil tersenyum memandangi matahari yang mulai turun.
“Disana jam enam sore, kan? Kamu masih di kantor?” tanya nya setelah selesai berhitung.
“Yeah, sebentar lagi mau pulang. It’s sunset here and I remembering you. Masih ingat waktu kita ngobrol berdua sambil memandangi sunset? I miss you, Pierre… ”
Aku mendengar suara tawa kecil nya diujung sana, dan betapa ingin aku melihatnya langsung, dagu yang selalu terangkat keatas saat tertawa, menunjukkan rahangnya yang kokoh penunjang ketampanan nya.
“Kok, aku nggak kangen kamu,ya?” aku cemberut mendengarnya menggodaku, aku tahu pasti dia nggak serius.
“Aku nggak kangen kamu, karena aku tahu we’ll meet again in no time, dear,” sambung nya yang segera kuamini.
“No, listen to me, It’s not only a prayer, but God already answered my wish. I’ll be meeting you soon, and I guess I will be in Jakarta for a long time.” Kali ini aku terbelalak mendengar kalimatnya, dan spontan menegakkan tubuhku.
“Apa maksud kamu, Pierre?” tanyaku tak sabar.
“Yeah, sebenarnya aku menunggu untuk menyampaikan kabar ini saat ulang tahunmu dua minggu lagi, tapi sepertinya mendengar suaramu tadi aku jadi nggak sabar. So, well... Direktur mempromosikanku menjadi Regional Manager di Asia Tenggara, karena Ia menilai sangat baik pelatihan yang aku berikan di Jakarta delapan bulan lalu. And as you know that LI-Bank South East Asian Office is in Jakarta, I will be assisted in Jakarta. Sekarang sedang diurus berkas penugasannya dan juga visa dan sebagainya. I guess, we’ll meet at early January, karena aku masih minta ijin merayakan Natal bersama keluarga ku di Manchester.”
Aku mencubit-cubit lenganku sendiri untuk memastikan bahwa aku sedang tidak bermimpi. Syaraf di lenganku mengirimkan sinyal kesakitan, dan aku justru senang sendiri karena nya. Karena itu berarti, aku nggak bermimpi…..
“Tasha, are you still there? Helloooo….”
##
08 Januari 2012, ruang tunggu kedatangan Internasional Bandara Soekarno Hatta.
Natasha
Rasanya masih seperti mimpi, setelah sembilan bulan menjalin hubungan dengan Pierre dan hanya sebulan yang dilalui bersama, karena delapan bulan selanjutnya kami harus berhubungan jarak jauh, kini Pierre akan kembali dekat denganku. Delapan bulan bukan waktu yang singkat untuk terus berkomitmen LDR, karena ini pertama kalinya aku berpacaran jarak jauh. And for those times, I’ve been working like a dog to distract my feeling of missing him. Kita juga nggak bisa setiap minggu melakukan percakapan telpon, chatting pun sering terhalang dengan kerjaan dan zona waktu. Yeah, kamu bayangkan saja rasanya setiap akan menghubungi pacar sendiri yang walau hanya lewat dunia maya, kamu harus menghitung mundur waktu tujuh jam untuk memastikan kira-kira sedang apa dia disana. Apakah masih sibuk bekerja, apakah sedang beristirahat, atau yang lain nya. Betapa idiom ‘memandang bulan yang sama’ pun nggak berlaku buat kalian. Karena di saat kamu sedang memandangi bulan di malam hari, disana kekasihmu masih menikmati panas nya sinar matahari. We used to lives in the different horizon, but sharing the same love. Dan beberapa jam lagi, kita akan bersama lagi. I can’t help myself to smiling from ear to ear. This is what I called: Happiness.
08 Januari 2012, Changi International Airport – Singapore
Finally I transit at Singapore, satu perhentian transit terakhir sebelum akhirnya benar-benar menginjak Jakarta. Tubuhku lelah luar biasa setelah belasan jam di udara. Perjalanan lintas benua kedua yang aku lakukan sejak sembilan bulan lalu. Oh, berarti ini kedua kalinya aku mengalami Jet lag, but who cares? Kelelahan fisik ini nggak sebanding dengan kebahagiaanku akan bertemu lagi dengan Natasha, my girl. Finally we’ll see sunset together again, dan bahkan bukan nggak mungkin, sunrise. I smile while I take out a little box from my day pack. I open that blue little box, and I can see a glowing sapphire from a ring. Dear Natasha, I’ll propose you as my wife, but first we will engage. My family had known about you from my story and they agree to put you in our family list, as their daughter-in-law. Aku memandangi cincin itu saat aku mendengar alunan lagu dari Ipod milik pemuda di sebelah ku. Lirik lagunya membuat ku tergelak, dan segera mengingatkan ku pada Natasha…

Selasa, 21 Februari 2012

New Colors

Di dunia ini, ada banyak pertanyaan yang seringkali terlintas di kepala, tapi tidak pernah sekalipun terlontar keluar. Pertanyaan-pertanyaan itu, mungkin, pernah terlintas dalam benak setiap orang yang hidup di dunia ini. Pertanyaan yang klasik, yang membosankan, yang jarang diperdengarkan kepada manusia lain.

Dan pertanyaan itu, biasanya, mempunyai jawaban masing-masing untuk tiap orang. Tiap manusia. Atau bisa jadi untuk tiap makhluk.

‘Kenapa aku hidup di dunia ini?’

‘Apa itu realita? Apa itu fakta?’

‘Mana yang benar? Mana yang salah?’

‘Kebenaran itu apa? Kebohongan itu apa?’

‘Untuk apa aku hidup?’

Aku tidak pernah tertarik dengan yang namanya filosofi atau sebangsanya. Tapi pertanyaan-pertanyaan trivial seperti itu bukan pertama kalinya muncul dalam pikiranku. Dan aku tidak akan heran kalau kenyataannya banyak juga yang bertanya seperti itu dalam pikiran mereka.

Dalam dunia yang abu-abu seperti ini. Dimana yang benar dan salah mempunyai makna yang sangat ambigu. Dimana atas dan bawah tidak bisa ditentukan dengan mudah seperti halnya langit dan bumi. Dimana hitam dan putih selalu bercampur menjadi warna-warni yang abstrak.

Siapa yang tidak akan mempertanyakan itu? Walaupun jawabannya, pada akhirnya, selalu tergantung pada opini dan pendapat masing-masing orang. Karena di dunia ini tidak ada yang pasti. Bahkan pelajaran matematika atau IPA, yang seringkali didengungkan sebagai ilmu pasti pun juga tidak pasti.

Berapa banyak penyempurnaan teori dalam ilmu fisika? Atau Kimia? Berapa banyak cara dalam matematika untuk mencapai jawaban yang benar?

Kadang, aku merasa bahwa yang pasti di dunia ini hanya waktu. Waktu selalu berputar. Maju. Tidak akan pernah kembali. Tidak pernah mundur ke belakang. Serta tidak pernah berbalik arah.

Lupakan soal mesin waktu. Mimpi kekanakan seperti itu, mustahil ada dalam dunia ini. Paparkan saja semua teori fisika yang mendukung kemungkinan adanya mesin waktu dan aku tetap tidak akan percaya. Waktu itu absolut. Sekarang adalah sekarang. Hal itu, tidak akan pernah berubah.


Di bawah langit sore hari ini, aku lagi-lagi memikirkan hal yang sangat sepele dan tidak penting. Siapa yang peduli dengan pendapatku soal mesin waktu, ilmuwan fisika gila yang terlalu banyak bermimpi pasti tetap akan berusaha membuatnya. Siapa yang peduli soal pasti dan tidak pasti, dunia ini penuh dengan ketidak pastian itu sudah pengetahuan umum. Bahkan anak kecil umur sepuluh tahun pun tahu hal itu.

“Kamu lagi mikir apa? Komat-kamit nggak jelas mulu dari tadi. Kayak orang lagi baca mantra aja. Jangan bilang kalau kamu lagi berusaha melet atau nyantet orang.”

Aku menengok sedikit ke samping kiriku. Melihat gadis teman masa kecilku—tapi bohong, dia cuma teman dekatku di SMA ini—memandangku dengan tatapannya yang biasa. Biasa, tapi bisa membuatku ingin berteriak sekeras-kerasnya untuk lalu menceburkan diri ke dalam kolam dan bertemu dengan putri duyung di dasarnya.

“Aku cuma lagi mikir soal masa depan.”

Tidak bohong. Karena masa depan juga termasuk dalam waktu.

“Ah ya. Sebentar lagi kita lulus ya.”

Dia berkata sambil menerawang. Rambutnya yang berwarna hitam, dengan sedikit efek kemerahan akibat terkena sinar matahari senja, tertiup angin semilir yang berhembus. Jangan bayangkan ini seperti adegan dalam iklan shampoo ataupun sinetron pelit budget, karena yang natural selalu terlihat lebih indah. Aku menahan napas. Merasa darahku mengalir semua ke kepala.

Seriously,

Dunia ini penuh dengan ketidak pastian (Aku sudah bilang hal itu tadi). Semua orang tahu hal itu (Aku juga sudah bilang hal itu tadi). Tapi satu hal yang paling tidak pasti di dunia ini, menurutku, adalah soal... cinta.


True love. Cinta sejati. Cinta yang sebenarnya. Siapa yang mengerti soal itu? Siapa yang bisa membuat rumusnya? Siapa yang tahu alat pengukur mana yang paling tepat untuk membuktikannya?

Oh God,

Dalam tiga tahun masa SMA-ku, masa yang kata orang adalah masa paling menyenangkan dalam kehidupan sekolah, aku sama sekali tidak pernah menyangka harus merasakan perasaan menyebalkan ini pada akhir tahunku di SMA. Dan orang yang menjadi subjeknya, adalah gadis yang sekarang sedang berjalan di sampingku dengan langkah teratur. Tanpa mengetahui bagaimana perasaanku saat ini. Tanpa mengetahui pikiran apa yang sekarang sedang bergolak dalam kepalaku.

Aku ingin tertawa. Sekeras-kerasnya. Atau apapun yang bisa kulakukan untuk menghilangkan luapan aneh menyesakkan dalam dadaku. Karena dalam abu-abunya kehidupanku selama belasan tahun ini, aku sama sekali belum pernah merasakan perasaaan semacam ini. Aku tidak akan mengatakan kalimat cheesy menjijikkan seperti ‘dia adalah satu-satunya orang yang bisa membuatku seperti ini’ atau semacamnya.

Karena siapa yang tahu.. di masa depan nanti akan jadi seperti apa. Satu yang bisa kujanjikan hanya, kalau dia ternyata memang untukku, aku berharap aku akan terus men—uh—cintainya sampai kapanpun.


Ah ya, tadi aku bilang kalau aku akan melakukan apapun untuk bisa menghilangkan luapan aneh menyesakkan yang ada dalam dadaku kan? Aku serius. Aku akan melakukan apapun.

“Hei.”

“Hm~?”

“Aku menyukaimu.”

...

Dan begitulah, aku melangkah keluar dalam kehidupanku yang abu-abu. Dunia boleh saja penuh dengan pertanyaan, tapi aku hanya akan mengatakan pernyataan yang ada dalam hatiku. Jawaban yang sudah kutemukan untuk diriku sendiri. Warna yang ingin kutemukan dalam hidupku.

Rainy Day

Langit memuntahkan titik-titik air. Membuatnya bersentuhan langsung dengan permukaan bumi yang ku pijak. Aku menebak-nebak dalam hati, mereka pasti adalah dua sosok yang sedang jatuh cinta yang juga saling mencinta. Air yang jatuh membuat sebuah genangan pada bumi yang mereka pijak. Bumi yang dijadikan tempat pijakan dengan setia dan membuka lebar-lebar bagian tubuh mereka untuk disinggahi air yang mulai deras menghujani bumi tanpa ampun. Bumi seakan tak pernah marah tertusuk duri-duri tajam air yang jatuh menyerupai jarum panjang yang siap menusuknya dengan penuh kasih. Tentunya penuh kasih, karena bumi tak pernah merasa marah dan kesakitan karenanya. Malahan mereka terlihat sedang asyik berkolaborasi membentuk sebuah drama dan tarian penuh cinta di bawah hujan deras. Sungguh romantis. Membuatku miris. Teriris. Mengingatkan akan sebuah cinta yang terjadi padaku. Yang tak pernah bisa disamakan dengan kisah cinta tak nyata mereka berdua. Cintaku lebih nyata, namun tak bisa kuraih bahagia seperti cinta tak nyata bumi dan air hujan. Yang kurasa hanyalah kesedihan, keterpurukan, harapan-harapan palsu yang berlebihan.

Aku terduduk diam berlatar drama dan tarian cinta dibawah hujan. Hanya terdiam. Hanya melihat mereka sedang asyik bergumul. Terduduk pada sebuah tempat untuk menunggu serupa halte bis. Berpayung sebuah besi yang dirangkai bersama seng berlipit bagai tekstur makanan ringan yang terbuat dari kentang. Dua benda itu berkolaborasi melindungi siapa saja yang sedang menunggu di tempat yang sama seperti diriku yang tak menahu menunggu apa. Aku tak mau menyebut diriku menunggu cinta. Karena cinta, yang kutahu justru membuatu menjadi manusia yang lemah. Menyedihkan. Aku benci cinta. Namun, aku juga menginginkkanya hingga membuatku terduduk diam disini.

Aku tak akan pernah mengingkari diriku sendiri jika aku masih mengharapkan dirimu datang kembali. Namun, aku juga tak mengingkari aku akan menerima sosok lain yang muncul disini-yang sesuai dengan apa yang aku inginkan ketika aku menunggu di tempat ini. Di tempat aku menunggu di bawah hujan yang menggila. Hujan menggila yang merupakan episode demi episode drama dan tarian persetubuhan cinta air dan bumi.

Sudah berjam-jam aku terdiam di tempat yang sama. Aku sudah lupa berapa jam aku duduk disini. Jadi, alangkah lebih baik jika aku menyebutnya berjam-jam saja. Aku akan bercerita, sudah beberapa sosok yang datang menghampiriku. Beberapa yang kumaksud juga memiliki nasib pengertian yang sama dengan berjam-jam yang aku bilang barusan. Aku tak bisa menemukan apapun dari sosok mereka yang menemukan keberadaanku berlindung di bawah hujan di tempat ini. Mungkin sebenarnya mereka memilikinya. Dengan kadar yang berbeda-beda. Dengan bentuk yang berbeda-beda pula. Perbedaan itu seharusnya merupakan sebuah keunikan. Namun keunikan dari perbedaan itu tak ada satupun yang mampu menggetarkan.

Aku mulai sedikit latah mengikuti apa yang dilakukan oleh awan. Awan menjatuhkan air ke bumi. Awan yang kupunya menjatuhkan air mata. Tak terbendung. Aku begitu kesal. Aku begitu lelah. Aku begitu marah. Aku begitu terpuruk. Tubuhku lemas. Angin sudah terlalu banyak meraja merasuki ragaku. Salahku sendiri memakai baju berbahan kain sheer saat hujan lebat seperti ini. Semua hal terjadi tanpa bantuan akal pikirku, hanya demi sebuah kata yang aku lakukan, menunggu. Menunggu sesuatu yang entahlah, kini aku tak bisa mengidentifikasi aku sedang menunggu apa. Badanku semakin lemas. Terjerembab dalam sebuah kepiluan yang begitu menggila. Lemas, hingga aku tak kuat menahan tubuhku sendiri. Bersujud sambil berusaha untuk berdiri di tempat yang masih sama. Aku menyerah. Badanku sudah menolak untuk diajak menunggu. Dengan susah payah aku berusaha berdiri dari badanku yang semakin lama semakin lemah. Aku berusaha meyakinkan diriku agar aku kuat untuk berdiri. Berjalan pelan dengan bertumpu memegang tiang yang tepahat di tempatku menunggu. Aku sudah akan meninggalkan tempat ini. Aku sudah lelah. Bahkan, kau sendiri pun tak muncul di hadapanku.

Sebuah cahaya berpendar dari belakang tempatku berdiri yang sudah bersiap meninggalkan tempat ini. Aku tak akan menoleh, mengintipnya tidak akan pernah sudi aku lakukan. Tahukah, kalau aku sudah lelah?. Biarkan saja cahaya itu yang menepuk pundak-ku. Biarkan saja cahaya itu yang menyapaku. Cahaya yang datang bersamaan dengan kepuasan orgasme persetubuhan air hujan dan bumi, Matahari terbit dengan terang seterang cahaya itu. Biarkan saja cahaya itu yang memberikan cinta. Karena lebih baik cinta itu tidak untuk ditunggu. Cinta bukan bis yang kita tunggu untuk mengantar kita ke suatu tempat. Cintu itu apa ?. DAMN. Katanya Suci.

I Love You, Good Bye..

“Hari-hari yang selama ini kuhabiskan denganmu, bila kau bertanya apakah aku menikmatinya? Apakah semua itu tak berarti untukku? Maka akan kujawab: tidak!”

***

“Kau datang lagi?”

“Yup. Sebab aku merindukanmu, Sayang..”

“Setiap hari kau kemari apa tidak bosan?”

Dia diam, tak ada jawaban. Aku tahu, wanita di hadapanku ini pura-pura tak mendengarku. Dengan langkah malas-malasan kulangkahkan kakiku ke kamar, meneruskan tidur yang diganggunya tadi.

“Kau sudah makan, Sayang? Aku bawakan makanan kesukaanmu, sup buntut dan sambal bawang. Aku sendiri yang memasaknya tadi. Ayo, kita makan sama-sama, Sayang.”

“Tidak, aku tak lapar. Aku hanya ingin tidur. Makan saja sendiri.”

Ia tak bicara lagi. Bagus, dengan begitu aku bisa tidur dengan tenang. Tapi baru saja aku sampai di ambang pintu kamarku, kudengar suara tangisan. Sial! Wanita itu menangis. “Kenapa kau menangis? Apa aku berbuat salah lagi padamu?” Wanita itu masih saja menangis, “diamlah! Hentikan tangismu itu, suaramu menggangguku.” Tangis wanita di hadapanku ini semakin keras. Baik! Aku memang sudah keterlaluan.

Kuhampiri wanita cantik yang membuatku tak berdaya ini, dengan lembut kubelai rambut panjangnya kemudian mencium keningnya dengan lembut, “maafkan aku, Fa.”

Wanitaku masih saja menangis, bila sudah begini aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Kudekap ia ke dalam pelukanku, “Kau masih marah padaku?” Tanyaku lembut. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai jawaban. Kini tangisnya hanya tinggal isakan, “Kau memaafkanku?” Tanyaku lagi. Ia menganggukkan kepala sebagai jawaban. Melihat sikapnya seperti itu membuatku memeluknya semakin erat.

“Cinta, kamu tahu tidak?”

“Apa?” Tanyanya lirih, hampir aku tak mendengarnya.

“kamu jelek sekali kalau sedang menangis,” mendengar godaanku ia mengerucutkan bibirnya sambil menghapus air matanya, membuatku terkekeh melihat sikapnya itu. “Tapi aku sangat mencintaimu,” tambahku sambil mencium keningnya lagi.

Selama beberapa lama kami hanya diam. Menikmati keheningan yang menyenangkan ini, sampai tiba-tiba Farah melepas pelukanku, seperti menyadari sesuatu ia memeriksa lengan, bahu dan telingaku. “Kau berkelahi lagi?” tanyanya dengan sorot mata tak percaya. Ia diam, menunggu jawabanku. Tapi aku tak berniat menjawab, “lagi-lagi kau mengingkari janjimu,” imbuhnya pelan, membuatku merasa tak nyaman. Dengan cermat ia memeriksa semua luka di tubuhku, “duduklah, lukamu perlu diobati,” katanya lagi sambil mengambil perlengkapan P3K di lemari tengah.

Aku tahu, saat ini ia pasti sedang berusaha menjaga sikapnya tetap tenang. Ya, aku telah berjanji padanya untuk tak lagi berkelahi, janji yang kesekian kali. Tapi aku tak lagi bisa menepati semua janjiku padanya sejak kutahu semua ini nantinya akan membuatnya terluka.

Ia membersihkan dan mengobati lukaku. Dapat kurasai tangannya gemetar dan kulihat matanya berair, aku tahu, sikapku belakangan ini pasti membuatnya merasa gelisah. Kupalingkan wajah dari menatapnya. Wanitaku, seharusnya kau tak di sini.

***

“Kau belum meninggalkannya?” tanya Doni, sahabat sejak kecilku, sambil terus menatapku. Aku tak menyahut. “Kau tahu bukan, kalau kau terus bersamanya, tindakanmu itu akan membahayakannya?” Aku masih saja diam tak menanggapi. Aku tahu itu, hubunganku dengan Farah memang penuh risiko, bukan buatku, tapi buat Farah. Jika semua musuh-musuhku tahu hubunganku dengan Farah, maka mereka tahu kelemahanku, jika sudah begitu, Farahlah nanti yang akan jadi korban dari kehidupan kerasku. Masih untung sampai sekarang tak ada yang mengetahui hal ini.

Awalnya, aku tak menghiraukan bahaya yang sangat mungkin terjadi, sampai Farah cerita kalau selama beberapa hari ia seperti diikuti oleh seseorang.

“Selama beberapa hari ini seperti ada yang mengikutiku. Aku selalu merasa ada yang mengawasiku, tak hanya ketika sekolah, tapi di mana pun, sampai aku merasa tak nyaman di rumahku sendiri,” keluhnya padaku sore saat hujan itu. Awalnya aku berpikir itu hanya kelakuan orang iseng saja, sampai anak buahku melaporkan kalau geng lawan sedang mencari informasi tentang orang-orang terdekatku, termasuk Farah. Masalahnya, hanya Farah yang ‘buta’ tentang duniaku -meski dia mau mengerti- sekaligus orang yang paling dekat denganku. Farah adalah wanita baik-baik dengan kehidupan yang baik pula, aku yakin kalau sebelumnya tak pernah terlintas dalam benaknya kalau ia akan berhubungan dan berpacaran dengan orang yang tak baik-baik, yang hari-harinya penuh dengan aksi kekerasan sepertiku.

Aku masih ingat dengan jelas sore saat pulang dari sekolah, aku dihadang dan dikeroyok oleh musuhku dan anak buahnya, aku sendirian kala itu, aku kehabisan tenaga dan aku tak bisa lagi melawan. Alhasil, aku babak belur dipukuli oleh mereka. Hingga saat aku mulai kehilangan kesadaran, terdengar suara sirene mobil polisi, itu membuat musuh-musuhku pergi kalang kabut. Aku tak sempat berlari, aku tak mampu berlari untuk menyelamatkan diri dari polisi, aku hanya menunggu saja sampai polisi menangkapku. Kulihat sekeliling, tak ada polisi, suara sirene yang tadi kudengar pun tak terdengar lagi, dan mataku menangkap sesosok wanita cantik berseragam SMU dan berambut panjang menatapku takut-takut sambil memegang ponsel di tangan kanannya, tahulah aku suara sirene tadi berasal dari ponsel wanita itu.

Kutatap wanita cantik yang masih ketakutan itu yang kemudian lari karena melihatku berusaha berdiri. Dia memakai seragam sekolah yang sama dengan sekolahku, itu artinya dia satu sekolah denganku, pikirku.

Esoknya, bersama Doni aku menyusuri semua pelosok sekolah untuk mencari wanita itu, dan kutemukan ia di kelas tari. Dari jendela kulihat wanita yang telah menyelamatkanku kemarin sore tengah menari di tengah ruangan. Dengan rambut panjangnya yang diikat ke atas dan tariannya yang memesona membuat tatapanku tak lepas darinya. Baru kali ini aku benar-benar ‘melihat’ seorang wanita. Dan wanita itu adalah Farah.

***

Sejak aku mendapatkan laporan kalau pihak lawan sedang mencari informasi tentang orang-orang terdekatku, aku suruh anak buahku untuk menjaga Farah ke mana pun ia pergi dan tentunya tanpa sepengetahuannya, sekaligus berusaha sebisa mungkin untuk menjauhinya, tapi aku tahu itu saja tak akan cukup. Jadi kemudian aku putuskan untuk membuatnya benci padaku dengan sikap-sikapku, mulai dari mengacuhkannya, mengingkari janji-janjiku, berbicara dengan nada lebih tinggi dari biasanya, bersikap seolah dia sama sekali tak penting untukku. Tapi aku tak pernah sepenuhnya bisa melakukan itu, aku teramat mencintainya, bagaimana aku bisa bersikap seperti itu? Aku tak pernah bisa melakukan semua itu dengan sempurna, aku pasti akan kembali bersikap seperti dulu bila dia sudah mulai menangis atau kulihat ia teramat sedih. Tapi aku terus saja melakukan sandiwara itu, sandiwara agar wanita yang aku cintai membenciku. Dengan begitu ia akan meninggalkanku, lalu ia akan selamat.

Hingga malam itu,

“Mengapa kau sekarang berubah?! Apa aku berbuat salah padamu? Apa salahku? Tolong katakan padaku agar aku bisa memperbaikinya, lalu kau bisa kembali seperti dulu. Kumohon, beri tahu aku apa yang sebenarnya terjadi hingga membuatmu berubah sikap seperti sekarang?” Tuntutnya cepat sambil menangis, tapi malam itu aku berhasil mengacuhkannya. “Tolong katakan padaku, mengapa kau diam saja? Aku butuh penjelasan, Rey!”

“Kau ini bicara apa? Tak ada yang berubah dariku. Hentikan tangismu itu, aku tak mau mendengarnya. Pulang sajalah kau!”

“Kau keterlaluan sekali, Rey. Apa arti aku bagimu selama ini?” Tanyanya dengan isak, matanya tak lepas dari menatapku. Dan aku membuang muka, tak mampu menatapnya, dia pasti akan tahu kalau aku hanya bersandiwara. “Apa selama ini tak pernah sekali pun kau menikmati hari-hari yang kau habiskan denganku? Apa hari-hari yang kita lewati bersama tak berarti sama sekali bagimu?”

Aku melihat ke matanya, pasti perkataanku sebentar lagi akan semakin melukainya, pasti perkataanku nanti akan membuat sinar di matanya meredup. Tapi aku harus melakukannya, demi dirinya, wanitaku.

“Hari-hari yang selama ini kuhabiskan denganmu, bila kau bertanya apakah aku menikmatinya? Apakah semua itu tak berarti untukku? Maka akan kujawab: tidak!” Ucapku dengan nada tinggi yang tak kusadari.

Wanitaku berdiri tak bergeming menatapku. Seperti dugaanku, ada luka di matanya. Tanpa berucap ia bergegas mengambil tasnya, kemudian pergi.

***

Kupikir malam itu adalah malam terakhir aku bertemu dengannya, kupikir setelah malam itu, kisah kami pun berakhir, dan dia akan selamat, tapi tidak. Wanitaku itu ternyata orang yang tak kenal menyerah. Sehari setelah malam itu, sepulang sekolah, masih berseragam, ia ke apartemenku. Seperti tak ada apa-apa ia menyapaku, membawakanku makan, dan menata apartemenku yang berantakan seperti biasanya. Sedang aku hanya menatapnya tak berdaya. Wanitaku, apa yang harus aku lakukan denganmu?

***

Malam awal bulan November, saat aku sedang nongkrong dengan teman-temanku di markas, seorang anak buahku menghampiriku dengan berlari, ia tampak panik. Begitu sampai di hadapanku, dengan nafasnya yang tak teratur ia melaporkan kalau Farah dalam bahaya, ia melihat Farah sedang dihadang geng lawan di jalan menuju apartemenku. Sial! Akhirnya mereka tahu tentang Farah. Semua salahku. Bodoh! Kalau mereka berani menyentuh Farah seujung jari pun, akan kubunuh mereka semua. Aku bersumpah! Sumpahku dalam hati sambil bergegas mengambil besi menuju tempat yang dimaksud bersama para anak buahku.

***

Untuk yang terkasih,

Farah.




Farah, bagaimana keadaanmu sekarang? Aku harap kau sudah membaik. Maaf karena aku tak ada di sampingmu saat kau sadar.

Farah, malam itu kenapa kau masih saja berniat mengunjungiku di apartemen? Bukankah sudah kulakukan semua hal yang bisa membuatmu untuk membenciku, meninggalkanku? Aku masih tak mengerti dengan pola pikirmu.

Tapi malam itu aku menjadi sadar akan satu hal, kalau kau benar-benar sangat mencintaiku, dengan tulus, sepenuh hati. Aku sangat menyesal pada diriku sendiri, kenapa aku sadar akan hal itu saat kau berada dalam bahaya, saat kulihat tubuhmu terkulai tak berdaya karena pukulan dan tendangan mereka -kau tak usah khawatir soal mereka, sudah kubuat mereka semua menyesal karena telah menyakitimu-, matamu masih saja menatapku dengan pandangan yang tak sepantasnya aku dapatkan, sinar mata yang kau tujukan padaku itu membuatku benar-benar tak berdaya, membuatku ingin selalu berada di sampingmu, membuatku ingin terus menjagamu, tapi juga membuatku harus merelakanmu meski aku tak ingin, membuatku semakin menyesal dan benci pada diriku sendiri karena telah membiarkanmu masuk dalam kehidupanku. Maafkan aku, Farah.

Farah, maafkan atas sikapku belakangan ini, semua itu aku lakukan agar kau membenciku dan meninggalkanku seperti yang aku katakan tadi. Bukan karena kau punya salah, tapi karena aku tak ingin kau berada dalam bahaya dan tersakiti. Maafkan aku karena tak berhasil melakukan itu hingga membuatmu terluka seperti sekarang, tubuh dipenuhi luka di rumah sakit dan tak segera sadar. Aku menyesal, Farah. Maafkan aku…

Malam itu telah kubuat mereka semua menyesal, Farah. Aku tahu kau tak suka, tapi aku tak bisa membiarkan mereka begitu saja setelah mereka membuatmu seperti itu.

Malam itu kau terluka parah, seluruh tubuhmu dipenuhi luka, kau tak sadarkan diri. Aku panik, Fa. Bergegas kubawa kau ke rumah sakit, aku takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan denganmu. Aku ketakutan, Fa. Benar-benar ketakutan. Aku tak tahu apa aku masih bisa hidup bila kau tak ada di dunia ini.

Semalaman aku menungguimu bangun, berharap aku akan melihat kembali sinar matamu, berharap dapat melihat kembali senyummu. Aku tak mau mempercayai perkataan dokter bahwa kau koma, aku tak bisa terima itu, Fa. Aku terus berbicara padamu, Fa. Berharap kau akan mendengar dan membalas omonganku, tapi tidak, kamu tak bangun, Fa. Kau terus saja diam dalam tidurmu. Aku tak berdaya, Fa. Melihatmu terbaring tak berdaya seperti itu membuatku tak memiliki kekuatan apa pun.

Paginya, kedua orang tuamu datang, mereka panik, kekhawatiran nampak jelas dalam wajah mereka. Mereka menangis begitu mendapatimu, anak satu-satunya mereka terbaring koma. Dan mereka melihatku di sampingmu, Fa. Aku tahu arti tatapan mereka. Memang akulah penyebabnya, jadi aku tak melawan dengan perlakuan mereka. Akhirnya, mereka tak mengijinkanku menemanimu, menungguimu sampai kau terbangun. Kupikir, memang begitulah sebaiknya, aku memang tak sepantasnya ada di sana, di sampingmu.

Pagi itu aku pergi, Fa. Bukan untuk meninggalkanmu, tapi untuk kebaikanmu, untuk keselamatanmu, untuk kebahagiaanmu. Aku yakin, nantinya akan ada orang yang lebih pantas untuk berada di sampingmu, tapi itu bukan aku.

Aku mencintaimu, Fa. Teramat mencintaimu. Tapi aku harus pergi. Aku janji padamu kalau kita tak kan pernah bertemu kembali, aku janji.


I love you, good bye…

Aku sudah siap ...

Sebuah simpul tali bundar tergantung di hadapanku, menjalar ke atas langit-langit dan terikat pada sebuah balok di langit-langit tersebut. Aku tahu apa yang sedang aku lakukan, tahu pasti. Juga konsekuensinya. Namun aku bimbang, takut untuk memilih jalan ini. Cepat aku sadari tanganku menjadi dingin, dingin sekali. Bagai membeku dalam es, dan perlahan mulai bergetar hendak memberontak. Dengan kekangan bisu aku menjinakkan tanganku sendiri, menghela nafas dan bersiap untuk melangkahkan kaki naik ke sebuah kursi tanpa punggung yang akan menjadi mimbar terakhirku.

Aku ingat. Ingat sekali. Bagaimana mereka memperlakukanku. Bagaimana mereka menyebutku. Masalah.

Juga aku ingat, bagaimana aku tengah melangkahkan kaki gontaiku pada sebuah perkarangan. Aku ingat, tawa dan senyum manis gadis kecilku yang akan ku kenang selalu. Ku kira tawanya ditunjukkan padaku, melambai pelan dan hangat serta ramah dan tamah.
Akan tetapi, hatiku perih setiap kali ku kenang, bagaimana aku berdiri tepat di hadapan gadis kecilku, dengan suara parau, lemah namun lembut ia bertanya padaku, "Bapak siapa?"

Aku ingat, bagaimana wanita berengsek itu menghianatiku, mengambil semua yang menjadi milikku. Hartaku, kehormatanku, juga gadis kecilku. Aku menyeringai, menyerangnya dengan segala kemampuanku. Namun ia terlampau licik, menggunakan alibi palsu untuk mengelak dan balik menyerangku dengan sebuah tuduhan yang tak beralasan. Tuduhan kematian seorang teman terdekatku, yang jelas bahwa aku tak ada sangkut pautnya dengan kematiannya. Namun, sebagai orang terakhir yang berhubungan dengannya aku tak bisa mengelak dari segala tuduhan.

Kini, dengan sebuah rantai kasat mata yang membelenggu kaki dan tanganku, aku tak berkutik. Semua mata mencariku. Menyanyai namaku dimana-mana. Anjing-anjing memburuku, mengendus bauku dan melacaknya hingga pelosok kota.
Aku tak lebih dari sampah masyarakat sekarang, tidak lebih!


"Aku sudah tak tahan, James," temanku mengeluh. Aku ingat saat itu, kami berdua tengah berada di sebuah bar kecil, meneguk bir seperti biasanya. Melepas seluruh beban hari dan berbicara santai dan bertopik ringan. Namun kali ini berbeda.

"Tak tahan--tak tahan apa?" tanyaku dengan nada sopan dan masih beretika agar tak menyinggung perasaan rapuhnya.

"Hidupku. Hidupku tak lebih dari seekor gagak liar tanpa sayap. Hidupku sudah tamat sekarang," jawabnya.

"Kau bercanda, bukan?" aku sangat tak percaya apa yang ia katakan. Apa yang baru saja ia katakan, bukan seperti seorang teman yang ku kenal. Baik, pintar, ramah, pengertian dan asa sekeras baja.

Temanku menggeleng. "Pernahkah kau bertanya mengapa kau ada di dunia ini, James?"

"Tidak."

"Kemana kita akan pergi setelah kehidupan ini? Apa yang ada di atasnya, dan apa juga yang ada di bawahnya?"

Aku menggeleng tak mengerti apa yang digumamkan temanku ini.

"Mereka mengatakan kesempatan hanya sekali. Sebuah lompatan pendek yang akan memaknaimu, kehidupan. Hanya kehidupan di sini dan kini. Namun pernahkah kau bertanya? Apakah hanya ini yang kita dapatkan?"

Aku memilih tak bergeming. Tak bergerak seraya memasang wajah antusiasku. Karena memang aku antusias mendengarnya.

"Kau dan aku, kita mungkin tak akan pernah tahu jawabannya. Kita mungkin tak akan pernah mengerti. Kita tak akan pernah membuktikannya. Tapi kita tahu, kita harus mencobanya, bukan?"

Aku mengangguk pelan. Ceramahnya telah meresap ke benakku. Benar-benar meresap, membuat kata-katanya lebih dari sebuah inspirasi, melainkan menjadi teori serta asas-asas dalam alam pikirku. Begitu dalam.

"Jika kau hendak mempertanyakan hidupmu kelak, James, ingatlah kata-kataku ini. Aku pernah takut akan kematian. Membuatku menggigil dan merinding setiap kali kubayangkan. Namun kini, hal itu tak akan membuatku takut lagi. Karena, setelah kita pergi, James, aku percaya, jiwa kita akan terus bertahan. Terus berjalan melintasi dimensi ini, hingga bernaung dan hinggap pada sebuah benih, dan akan menjadi sebuah individu baru serta kehidupan baru, yang akan menjadi lebih baik dari sekarang."


Kata-kata sebelum kepergiannya, terngiang jelas di benakku.
Kini, saatnya ku pertanyakan kehidupanku, yang antah berantah, ku kenang kembali setiap kata-katanya. Juga nadanya ketika ia berucap, sungguh berwibawa. Aku mengerti kini, apa yang ia maksud. Aku lebih jernih sekarang, juga lebih dekat pada makna yang ia berikan padaku. Mengalir jernih membasahi jiwa rapuhku, mengeras dan membentuk sebuah tekad dan keputusan. Keputusan yang tak akan kusesali seumur hidupku.

"Jika aku mati besok,
Aku akan baik-baik saja,
Karena aku percaya,
Setelah kita pergi,
Jiwa kan tetap bertahan."

Anganku kini teguh, menggerakan setiap kakiku dengan lembut. Tak pernah sedekat ini dengan kematian. Hangat, namun dingin rasanya. Serasa angin sepoi-sepoi gurun menerpaku dengan lembut dan penuh kasih sayang. Aku telah naik di kursi mimbar kehidupanku, dan bersiap dengan simpul talinya.

"Aku sudah siap..." batinku. Bisikan teguh yang merengut segala ketakutan dalam sanubariku.

Kusadari tatapanku kosong. Tanganku menggenggam erat tali yang tergantung dengan tenang. Pikiranku jernih, dan telah ribuan kali kupikirkan ini. Keputusanku sudah bulat dan kuyakin ini adalah jalan terakhir.

"Aku sudah siap..." tegasku sekali lagi.

Kugantung leherku ke simpul tali. Ku lempar jauh-jauh kursi yang menopangku. Serasa melempar semua masalah yang meringkukku. Bebas!
Rasanya tercekik. Sakit, namun rasanya lebih lega dari sebelumnya. Mataku melotot, aku tahu itu. Nafasku tersengat, perih di tenggorokan. Pikiranku liar entah kemana, merambat ke medium dan dimensi lain, ke sebuah adegan dimana latar menjadi putih semua, seputih cahaya.

Aku merasa aman dalam cahaya yang mengelilingiku
Melepaskan segala ketakutan dan kesakitan
Pertanyaan dalam benakku
Telah membantuku untuk menemukan
Makna dari hidupku kembali
Gadisku itu nyata
Akhirnya ku merasakan
Dalam kedamaian bersama gadis kecilku tercinta
Dan sekarang saat aku di sini
Semuanya menjadi jelas
Ku temukan maksud dari semua ini

Jika aku mati besok
Aku akan baik-baik saja
Karena aku percaya
Setelah kita pergi
Jiwa kan tetap bertahan...

Senin, 20 Februari 2012

(˘-˘)ง

(┌_⌣') saat ku berusaha tegar.. ku tau itu yang terbaik dari tuhan untuku... itu yg trindah dari tuhan walau akhirnya ndak ada km lagi disisi... (┌_⌣')N.R.P (┌_⌣')